Penebangan Hutan liar Di Indonesia

Posted by tris tecno Rabu, 25 April 2012 0 komentar
Penebangan Hutan liar Di Indonesia Indonesia sudah memiliki kondisi alam fisik yang luar biasa semenjak dahulu kala..
Sampai - sampai negara kita pernah dijuluki " Zamrud Khatulistiwa " akan karena hijaunya kepulauan Indonesia dilihat dari luar angkasa.. Negara kita sempat dihormati tinggi sebagai negara penghasil SDA terkaya di dunia dengan minyak buminya, dengan rempah - rempahnya, dan dengan seluruh kekayaan alam lainnya hingga bangsa - bangsa penjajah tertarik untuk menikmati hasil alam kita oleh karena susahnya mereka menghasilkan sumber kekayaan alam tersebut dengan kondisi alam fisik mereka yang relatif dingin dan memiliki 4 musim kebanyakan.
Namun lihat kenyataan yang sudah terjadi sekarang. Hasil kerja keras Persiden Soekarno dan Soeharto yang telah menghijaukan Indonesia sejak dahulu kala ini disalahgunakan oleh Pemerintah Indonesia hanya semata - mata untuk kepentingan negara sesaat saja, padahal dalam kenyataannya banyak terjadi penyelewengan - penyelewengan yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak - pihak swasta.
<

/div>
Salah satunya berdampak pada penebangan hutan yang terjadi di negara kita. Penebangan Hutan yang marak terjadi di daerah Sumatera dan Kalimantan ini seringkali berlaku di luar batas sehingga berakibat fatal terhadap SDA yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Penebangan hutan yang liar dan kerapkali illegal ini mengakibatkan Indonesia semakin hari semakin kekurangan oksigen dan pada akhirnya berdampak pada bocornya lapisan ozon tepat di atas negara kita.

Berdasarkan data yang di kutip dari internet,
1. Indonesia memiliki total luas hutan sekitar 126,8 Juta Hektar Dari sabang sampai marauke. Luas 126,8 Juta hektar ini diperkirakan untuk menampung kehidupan seluruh Warga Indonesia yang berjumlah 46 juta orang. Namun, akibat penebangan hutan yang liar, hampir 2 juta hektar hutan setiap tahunnya atau seluas pulau bali. Penebangan hutan ini sebenarnya bisa dicegah jika ada kemauan dari rakyat Indonesia sendiri untuk mau berubah, namun pada kenyataannya Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Sehingga anugrah luar biasa yang telah diberikan terhadap Negara Indonesia ini semakin lama semakin habis dipakai untuk kebutuhan ekonomi dunia.

2. Pada tahun 2006, terjadi 59 kali bencana banjir dan longsor yang memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. WALHI mencatat kerugian langsung dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor rata-rata sebesar Rp. 20,57 triliun setiap tahunnya, atau setara dengan 2,94% dari APBN 2006.

3. Keuntungan jeda penebangan [moratorium logging]:
• Menahan laju kehancuran hutan tropis di Indonesia;
• Dapat memonitor dan penyergapan penebangan liar;
• Kesempatan menata industri kehutanan;
• Mengatur hak tenurial sumber daya hutan;
• Meningkatkan hasil sumber daya hutan non-kayu;
• Mengkoreksi distorsi pasar kayu domestik;
• Restrukturisasi dan rasionalisasi industri olah kayu
• Mengkoreksi over kapasitas industri
• Memaksa industri meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku dan membangun hutan-hutan tanamannya.
Kerugian bila jeda penebangan [moratorium logging] tidak dilakukan:
• Tidak dapat memonitor kegiatan penebangan haram secara efektif;
• Distorsi pasar tidak dapat diperbaiki dan pemborosan kayu bulat akan terus terjadi;
• Tidak ada paksaan bagi industri meningkatkan efisiensi, menunda pembangunan hutan-hutan tanaman dan terus semakin jauh menghancurkan hutan alam;
• Defisit industri kehutanan sebesar US$ 2,5 milyar per tahun dari penebangan liar tidak bisa dihentikan;
• Hutan di Sumatra akan habis paling lama dalam 5 tahun, dan hutan Kalimantan akan habis paling dalam waktu 10 tahun;
• Kehilangan devisa sebesar US$ 7 milyar dan ratusan ribu pekerja kehilangan pekerjaannya.

Menurut WWF, penebangan kayu ilegal di Indonesia dimotori oleh beberapa faktor: Kapasitas perusahaan pemotongan kayu di Indonesia dan Malaysia yang berlebihan. Keduanya memiliki fasilitas untuk mengolah kayu dalam jumlah besar walau produksi kayu sendiri telah menurun sejak masa-masa tenang di tahun 1990an. WWF melaporkan bahwa kedua negara tersebut memiliki kemampuan untuk mengolah 58,2 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sedangkan produksi hutan secara legal hanya mampu mensuplai sekitar 25,4 juta meter kubik. Sisa kapasitasnya digunakan oleh kayu yang ditebang secara ilegal.

Berbagai cara – cara telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk melawan penebangan hutan secara liar, namun semua itu tidaklah efektif untuk membendung kebutuhan kayu dari Negara – Negara di luar Indonesia. Usaha untuk menghilangkan penebangan ilegal melalui larangan ekspor dan aturan lain belum bisa dikatakan berhasil. Di tahun 2006, Amerika Serikat menawari Indonesia 1 juta USD untuk menghapuskan penebangan gelap, sesuatu yang sedikit melihat bahwa keempat pemerintah Propinsi Kalimantan secara kolektif merugi lebih dari 1 juta USD dari pendapatan pajak per hari akibat penebangan ilegal.

Berdasarkan fakta – fakta yang sudah saya paparkan di atas, saya rasa tidaklah heran negara kita tidak dapat terlepas dari bencana banjir di berbagai wilayah di Indonesia. Semakin banyaknya penebangan hutan liar, maka akar – akar pepohonan yang memiliki fungsi utama untuk menahan air – air hujan yang deras tentu saja akan terhambat dan akan tentu saja sangat berpotensi menimbulkan banjir di wilayah – wilayah yang lebih mementingkan perumahan industri daripada pepohonan alami.

Seharusnya pengelolaan SDA pepohonan yang baik adalah menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan SDA alam alami. Memang, kita hidup membutuhkan perumahan dan kayu untuk furnitur rumah, namun kita juga harus menyediakan tempat dimanapun untuk ditanami oleh pepohonan yang alami dan asri agar siklus udara yang hadir dalam hidup kitapun alami dan tidak tercemar oleh banyaknya polusi dari kendaraan – kendaraan pribadi milik kita. Membuang sampah pun tidaklah sembarangan, karena dapat merusak ekosistem sekitar dan menggangu habitat. Sebisa mungkin kita perlu mendaur ulang sampah – sampah yang bisa didaur ulang dan pengurangan penggunaan barang – barang yang habisa pakai dan juga kita wajib menanam minimal 1 pohon sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pepohonan dunia karena jika 1 orang saja menanam pohon di daerah sekitarnya, maka jika satu dunia menanam 1 pohon tentu saja dunia kita akan menjadi dunia yang lebih hijau
Indonesia memang adalah negara yang sangat kaya raya Sumber Daya Alamnya. Akan tetapi pemanfaatan Sumber Daya itu sendiri sangatlah kurang dan sangat jauh jika melihat negara-negara berkembang lainnya. Apakah karena Indonesia sangat bergantung pada penggunaan Sumber Daya Alamnya sehingga terlena dengan luasnya alam di Indonesia?!
Tanpa disadari tindakan eksploitasi hutan, pengeboran minyak, penambangan sumber daya alam lainnya yang ada di Indonesia perlahan-lahan akan habis. Hal itu tidak dapat dipungkiri karena hal tersebut sudah terjadi sejak zaman pemerintahan Orde Baru yang memberikan pintu terbuka bagi Penanam Modal Asing yang telah melirik bagaimana banyaknya Sumber Daya Alam di Indonesia ini.
Hutan yang dulu begitu sangat di banggakan, dan juga kalimat syair “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” mungkin kini semakin miris jika kita harus membuka mata dan melihat bagaimana kenyataan yang ada. Bahkan ketika saya melihat Hutan Soeharto yang ada di Balikpapan-Kalimantan Timur, hutan yang menghiasi di pinggir jalan itu hanyalah yang ada di pinggir jalan. Akan tetapi jika melihat lebih dalam lagi betapa kagetnya bahwa banyak sekali pohon-pohon yang di tebangi. Belum lagi jika melihat keadaan hutan yang ada di Papua, pasir-pasir hasil dari penambangan emas harus di buang secara bebas di sebuah lahan yang terbuka dimana di dalamnya masih banyak pohon-pohon yang tumbuh dengan baik disana.
Lalu harus bagaimanakah kita sebagai anak bangsa? Apakah peran pemerintah masih kurang cukup? Dari diskusi saya dengan dosen kuliah pagi ini mengatakan, Bahwa jumlah hutan saat ini hanyalah sejumlah 80 juta hektar, dan setiap tahunnya berkurang menjadi 2 juta hektar. Haruskah jumlah tersebut semakin berkurang? Sedangkan jika melihat negara China, pertahunnya jumlah hutannya bertambah. Mengapa? Karena mereka mengimpor hasil hutan dari Indonesia ke negaranya.
Indonesia menyumbang tujuh persen pencemaran dengan kadar karbon atau sebanyak 2,5 miliar ton CO yang berdampak pada terjadinya global warming . Hal ini terjadi karena laju dan tingkat penggundulan hutan di Indonesia mencapai satu juta hektar per tahun.
Rachmat Witoelar mengatakan bahwa global warming sedang menjadi isu sentral di berbagai belahan dunia. Salah satu penyebab global warming ini terkait kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan yang tidak diimbangi dengan penanaman pohon pengganti atau disebut deforestasi. Sektor kehutanan di seluruh dunia menyumbang sebanyak 20 persen atau sekitar 7,5 miliar ton kandungan CO, yang memicu terjadinya global warming . Dari angka tersebut, Indonesia menyumbang sepertiganya, atau sebanyak tujuh persen dengan total kontribusi sekitar 2,5 miliar ton CO.
“Untuk menekan pemanasan global yang berasal dari deforestasi, Indonesia perlu menekan laju penggundulan hutan yang sudah mencapai satu juta hektar per tahun. Jika berhasil, maka emisi akan berkurang 1,2 miliar ton CO.”

0 komentar:

Posting Komentar

Ping your blog, website, or RSS feed for Free